I.
KEBUDAYAAN
HINDU-BUDHA
1. Agama Hindu dan Kebudayaannya
Agama Hindu diyakini tumbuh
di India sekitar 1500
SM. Dari India, agama ini menyebar ke
seluruh dunia dan banyak mempengaruhi kebudayaan-kebudayaan besar dunia.
Agama Hindu tumbuh bersamaan dengan kedatangan bangsa Arya ke
kota Mohenjo-Daro (Larkana)
dan Harappa
(Punjab)sekitar tahun 1500 SM.
Mereka datang melalui celah Kaiber dan mendesak bangsa Dravida dan Munda yang telah
mendiami daerah tersebut. Orang-orang Arya membangun sistem kepercayaan dan
kemasyarakatan sesuai tradisi yang mereka miliki. Orang Arya memuja banyak Dewa yang dipercayai memiliki kuasa atas segi-segi tertentu
kehidupan makhluk hidup.
Pemujaan terhadap para Dewa dipimpin
oleh golongan Brahmana atau Pendeta. Para Brahmana juga menulis berbagai ajaran
dan ritus-ritus sebagai pedoman dalam melaksanakan upacara keagamaan.
Tulisan-tulisan tersebut disatukan dalam Kitab Veda. Kitab Veda terdiri dari empat bagian
1) Reg-Veda, merupakan kitab tertua dan
ditulis diantara tahun 1500 dan 900 SM
2) Yajur-Veda, berisi pedoman
pengorbanan
3) Sama-Veda, berisi pedoman zikir dan
puji-pujian
4) Atharva-Veda, kumpulan mantra-mantra
gaib
Dalam agama Hindu, terdapat pembagian kasta masyarakat berdasarkan pembagian tugas atau pekerjaan.
Kasta tersebut dari tertinggi adalah :
1) Brahmana, mengurus kehidupan keagamaan
2) Ksatria, berkewajiban menjalankan
pemerintahan termasuk pertahanan negara
3) Waisya, berdagang, bertani dan berternak
4) Sudra, pekerja atau pelayan
Dalam perkembangan selanjutnya,
terjadi perpaduan antara budaya Arya, budaya Dravida, dan budaya Munda yang
kemudian disebut Kebudayaan Hindu (Hinduisme). Daerah perkembangan pertamanya terdapat di
lembah Sungai Gangga, yang disebut Aryavarta
(Negeri Bangsa Arya) dan Hindustan (Tanah Milik Bangsa Hindu).
Pada awal abad ke-3 dan ke-4 masehi,
agama Hindu masuk ke indonesia khususnya ke pulau jawa. Perpaduan antara
kebudayaan setempat dengan kebudayaan Hindu yang berasal dari India berlangsung
dengan mantap.
A. Penyiaran Agama Hindu di Indonesia.
Proses masuknya agama Hindu di
Indonesia dibawa oleh kaum pedagang, baik pedagang India yang datang ke
Indonesia maupun pedagang dari wilayah Indonesia yang berlayar ke India. Akan
tetapi, di lain pihak terdapat beberapa teori yang berbeda tentang penyebaran
agama Hindu ke Indonesia. Pendapat atau teori tersebut di antarannya :
1) Teori Sudra, menyatakan bahwa penyebaran agama
Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India yang berkasta Sudra, karena
mereka dianggap sebagai orang-orang buangan.
2) Teori Waisya, menyatakan bahwa penyebaran agama
Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India berkasta Waisya, karena mereka
terdiri atas para pedagang yang datang dan kemudian menetap di salah satu
wilayah di Indonesia. Bahkan banyak di antara pedagang itu yang menikah dengan
wanita setempat.
3) Teori Ksatria, menyatakan bahwa penyebaran agama
Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India berkasta Ksatria. Hal ini
disebabkan terjadi kekacauan politik di India, sehingga para Ksatria yang kalah
melarikan diri ke Indonesia. Mereka lalu mendirikan kerajaan-kerajaan dan
menyebarkan agama Hindu.
4) Teori Brahmana, menyatakan bahwa penyebaran agama
Hindu dilakukan oleh kaum Brahmana. Kedatangan mereka ke Indonesia untuk
memenuhi undangan kepala suku yang tertarik dengan agama Hindu. Kaum Brahmana
yang datang ke Indonesia inilah yang mengajarkan agama Hindu ke
masyarakat.
Dari keempat teori tersebut, hanya
teori Brahmana yang dianggap sesuai dengan bukti-bukti yang ada. Bukti-bukti
tersebut diantaranya :
1) Agama Hindu bukan agama yang demokratis,
karena urusan keagamaan menjadi monopoli kaum Brahmana, sehingga hanya golongan
Brahmana yang berhak dan mampu menyiarkan agama Hindu.
2) Prasasti yang pertama kali ditemukan
berbahasa Sansekerta, sedangkan di India bahasa itu hanya digunakan dalam kitab
suci dan upacara keagamaan. Jadi, hanya kaum Brahmana-lah yang mengerti dan
menguasai penggunaan bahasa tersebut.
2.
Agama dan
Kebudayaan Budha
Agama Buddha pertama kali tumbuh di
India, tepatnya di India bagian timur laut sekitar tahun 500 SM. Diajarkan oleh
Siddharta Gautama yang dikenal sebagai Buddha (seorang yang telah mendapatkan
pencerahan) Agama Buddha muncul
sebagai reaksi terhadap golongan Brahmana dalam ritual keagamaan.
Keseluruhan ajaran agama Buddha
dibukukan dalam Kitab Tripitaka, yang terdiri dari tiga kumpulan tulisan, yaitu
:
1) Sutta (Suttanata) Pitaka, kumpulan khotbah
2) Vinaya Pitaka, aturan-aturan yang berkaitan dengan
kehidupan pendeta
3) Abhidharma Pitaka, berisi filosofi, psikologi,
klasifikasi dan sistemasi doktrin.
Dalam perkembangannya, agama Buddha
pecah menjadi aliran, yaitu
1) Aliran Hinayana, mengajarkan bahwa untuk mencapai
nirwana sangat tergantung kepada usaha diri sendiri melakukan meditasi.
2) Aliran Mahayana, mengajarkan bahwa untuk
mencapai nirwana, setiap orang harus mengembangkan kebijaksanaan dan sifat welas asih
(belas kasih)
Perkembangan agama Buddha di India
mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Raja Ashoka dari Dinasti
Maurya (273-232 SM). Pada
pemerintahan-nya, Raja Ashoka menetapkan agama Buddha sebagai agama resmi
negara. Agama Buddha kemudian dengan
cepat berkembang dan diterima oleh masyarakat India. Hal ini terutama
disebabkan oleh bahasa yang digunakan Buddha dalam penyampaian ajarannya, yaitu
Bahasa Parkit (bahasa yang digunakan rakyat
sehari-hari), bukan bahasa Sansekerta
yang hanya dimengerti oleh kaum Brahmana.
Selain itu, agama Buddha bersifat
non-eksklusif. Artinya, agama Buddha bisa diterima siapa saja dan tidak
mengenal pembagian masyarakat atas kasta-kasta. Agama Buddha juga tidak
mengenal perbedaan hak antara pria dan wanita.
Sekitar abad ke-5, ajaran Budha atau
budhisme masuk ke wilayah Indonesia, khususnya ke dalam pulau jawa.
Agama/ajaran budha dapat dikatakan berpandangan lebih maju dari pada hinduisme,
sebab dalam ajaran budhisme tidak mengenal adanya kasta-kasta dalam kehidupan
masyarakat.
A. Penyiaran
Agama Buddha di Indonesia.
Agama
Buddha masuk ke Indonesia dibawa oleh para biksu. Antara lain seorang biksu
dari Kashmir bernama Gunawarman datang ke Indonesia sekitar tahun 240.
Gunawarman adalah seorang biksu Buddha Hinayana. Pada tahun-tahun berikutnya,
para biksu Buddha dari Perguruan Tinggi Nalanda (Benggala, India) pun datang ke
Indonesia. Makin lama pengaruh Buddha makin berkembang di Indonesia.
Penyiaran
agama Buddha di Indonesia lebih awal dari agama Hindu. Dalam penyebarannya
agama Buddha mengenal adanya misi penyiar agama yang disebut, Dharmadhuta.
Tersiarnya agama Buddha di Indonesia, diperkirakan sejak abad ke-2 Masehi,
dibuktikan dengan penemuan Arca Buddha dari perunggu di Jember, Jawa Timur dan
Sulawesi Selatan. Arca-arca itu berlanggam Amarawati. Namun, belum diketahui
siapa pembawanya dari India Selatan ke Indonesia. Di samping itu, juga
ditemukan arca Buddha dari batu di Palembang.
II.
KEBUDAYAAN
ISLAM
Pada abad ke-15 dan ke-16, agama Islam telah dikembangkan di Indonesia,
oleh para pemuka-pemuka Islam yang disebut
wali sanga. Titik sentral penyebaran agama islam pada abad itu berada di pulau jawa yang sebenarnya masuk ke Indonesia
khususnya ke pulau jawa jauh sebelum abad ke -15. suatu bukti bahwa awal abad
ke-11 sudah ada wanita Islam yang meninggal dan dimakamkan di Kota Gresik.
Pada abad ke-15,berkembanglah negara-negara pantai, adalah negara Malaka di semenanjung Malaka, negara Aceh di ujung
pulau Sumatra, negara Banten di jawa Barat, negara Demak di pesisir utara jawa tengah, negara Goa di sulawesi selatan.
Dalam proses perkembangannya negara tersebut
yang dikendalikan oleh pedagang-pedagang kaya dan golongan bangsawan kota-kota pelabuhan, dan telah menganut ajaran Islam.
Didaerah-daerah yang belum amat terpengaruh oleh kebudayaan Hindu, agama
Islam mempunyai pengaruh yang mendalam dalam kehidupan penduduk di daerah yang
bersangkutan. misalnya di Aceh, Banten, sulawesi selatan, sumatra Timur,
sumatra barat, dan pesisir kalimantan.
A. Proses Masuk
dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Islam di indonesia
Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di
Indonesia menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul
Menemukan Sejarah, terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori
Persia. Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalah
waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau
pembawa agama Islam ke Nusantara.
Untuk mengetahui lebih jauh dari teori-teori tersebut, silahkan Anda simak uraian materi berikut ini.
Untuk mengetahui lebih jauh dari teori-teori tersebut, silahkan Anda simak uraian materi berikut ini.
1) Teori Gujarat
Teori
berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya
berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:
a. Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab
dalam penyebaran Islam di Indonesia.
b. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama
melalui jalur Indonesia – Cambay – Timur Tengah – Eropa.
c. Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al
Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat.
Pendukung teori Gujarat adalah
Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang
mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya
kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga
bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah singgah
di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak
penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang
menyebarkan ajaran Islam.
2) Teori Makkah
Teori ini
merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu
teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada
abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir).
Dasar teori ini adalah:
Dasar teori ini adalah:
a. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat
Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa
pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini
juga sesuai dengan berita Cina.
b. Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i,
dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah.
SedangkanGujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.
c. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik,
yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir.
Pendukung teori Makkah ini adalah
Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan
bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia
terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses
penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri. Dari penjelasan di atas, apakah Anda
sudah memahami? Kalau sudah paham simak
3) Teori Persia
Teori ini
berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari
Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya
masyarakat Islam Indonesia seperti:
a. Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya
Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang
Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara
Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
b. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar
dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj.
c. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja
huruf Arab untuk tanda- tanda bunyi Harakat.
d. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di
Gresik.
e. Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik.
Leren adalah nama salah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A.
Hussein Jayadiningrat.
Ketiga teori tersebut, pada dasarnya
masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori
tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai
pada abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang
peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat
(India). Demikianlah uraian materi tentang proses masuknya Islam ke Indonesia.
Proses masuk dan berkembangnya Islam
ke Indonesia pada dasarnya dilakukan dengan jalan damai melalui beberapa
jalur/saluran yaitu melalui perdagangan seperti yang dilakukan oleh pedagang
Arab, Persia dan Gujarat. Pedagang tersebut berinteraksi/bergaul dengan
masyarakat Indonesia. Pada kesempatan tersebut dipergunakan untuk menyebarkan
ajaran Islam. Selanjutnya diantara pedagang tersebut ada yang terus menetap,
atau mendirikan perkampungan, seperti pedagang Gujarat mendirikan perkampungan
Pekojan. Dengan adanya perkampungan pedagang, maka interaksi semakin sering
bahkan ada yang sampai menikah dengan wanita Indonesia, sehingga proses
penyebaran Islam semakin cepat berkembang.
Perkembangan Islam yang cepat
menyebabkan muncul tokoh ulama atau mubaliqh yang menyebarkan Islam melalui
pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren. Pondok pesantren adalah
tempat para pemuda dari berbagai daerah dan kalangan masyarakat menimba ilmu
agama Islam. Setelah tammat dari pondok tersebut, maka para pemuda menjadi juru
dakwah untuk menyebarkan Islam di daerahnya masing- masing. Di samping
penyebaran Islam melalui saluran yang telah dijelaskan di atas, Islam
juga disebarkan melalui kesenian, misalnya melalui pertunjukkan seni gamelan ataupun wayang kulit. Dengan demikian Islam semakin cepat berkembang dan mudah diterima oleh rakyat Indonesia.
juga disebarkan melalui kesenian, misalnya melalui pertunjukkan seni gamelan ataupun wayang kulit. Dengan demikian Islam semakin cepat berkembang dan mudah diterima oleh rakyat Indonesia.
Proses penyebaran Islam di Indonesia
atau proses Islamisasi tidak terlepas dari peranan para pedagang,
mubaliqh/ulama, raja, bangsawan atau para adipati. Di pulau Jawa, peranan
mubaliqh dan ulama tergabung dalam kelompok para wali yang dikenal dengan
sebutan Walisongo atau wali sembilan yang terdiri dari:
1) Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh
Maghribi menyebarkan Islam di Jawa Timur.
2) Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan
Islam di daerah Ampel Surabaya.
3) Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel memiliki nama
asli Maulana Makdum Ibrahim, menyebarkan Islam di Bonang (Tuban).
4) Sunan Drajat juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya
adalah Syarifuddin, menyebarkan Islam di daerah Gresik/Sedayu.
5) Sunan Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam
di daerah Bukit Giri (Gresik)
6) Sunan Kudus nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik
menyebarkan ajaran Islam di daerah Kudus.
7) Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid atau R.
Setya menyebarkan ajaran Islam di daerah Demak.
8) Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya
Raden Umar Syaid menyebarkan islamnya di daerah Gunung Muria.
9) Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah,
menyebarkan Islam di Jawa Barat (Cirebon)
III.
KEBUDAYAAN
BARAT DI INDONESIA
Proses akulturasi di Indonesia
tampaknya beralir secara simpang siur, dipercepat oleh usul-usul radikal,
dihambat oleh aliran kolot, tersesat dalam ideologi-ideologi, tetapi pada
dasarnya dilihat arah induk yang lurus: ”the things of humanity all humanity
enjoys”. Terdapatlah arus pokok yang dengan spontan menerima unsur-unsur
kebudayaan internasional yang jelas menguntungkan secara positif.
Akan tetapi pada refleksi dan dalam
usaha merumuskannya kerap kali timbul reaksi, karena kategori berpikir belum
mendamaikan diri dengan suasana baru atau penataran asing. Taraf-taraf
akulturasi dengan kebudayaan Barat pada permulaan masih dapat diperbedakan, kemudian
menjadi overlapping satu kepada yang lain sampai pluralitas, taraf, tingkat dan
aliran timbul yang serentak. Kebudayaan Barat mempengaruhi masyarakat
Indonesia, lapis demi lapis, makin lama makin luas lagi dalam (Bakker; 1984).
Apakah kebudayaan Barat modern semua
buruk dan akan mengerogoti Kebudayaan Nasional yang kita gagas? Oleh karena
itu, kita perlu merumuskan definisi yang jelas tentang Kebudayaan Barat Modern.
Frans Magnis Suseno dalam bukunya ”Filsafat Kebudayan Politik”, membedakan tiga
macam Kebudayaan Barat Modern:
A.
Kebudayaan Teknologi Modern
Pertama kita harus membedakan antara
Kebudayan Barat Modern dan Kebudayaan Teknologis Modern. Kebudayaan Teknologis
Modern merupakan anak Kebudayaan Barat. Akan tetapi, meskipun Kebudayaan
Teknologis Modern jelas sekali ikut menentukan wujud Kebudayaan Barat, anak itu
sudah menjadi dewasa dan sekarang memperoleh semakin banyak masukan non-Barat,
misalnya dari Jepang.
Kebudayaan Tekonologis Modern
merupakan sesuatu yang kompleks. Penyataan-penyataan simplistik, begitu pula
penilaian-penilaian hitam putih hanya akan menunjukkan kekurangcanggihan
pikiran. Kebudayaan itu kelihatan bukan hanya dalam sains dan teknologi,
melainkan dalam kedudukan dominan yang diambil oleh hasil-hasil sains dan
teknologi dalam hidup masyarakat: media komunikasi, sarana mobilitas fisik dan
angkutan, segala macam peralatan rumah tangga serta persenjataan modern. Hampir
semua produk kebutuhan hidup sehari-hari sudah melibatkan teknologi modern
dalam pembuatannya.
Kebudayaan Teknologis Modern itu
kontradiktif. Dalam arti tertentu dia bebas nilai, netral. Bisa dipakai atau
tidak. Pemakaiannya tidak mempunyai implikasi ideologis atau keagamaan. Seorang
Sekularis dan Ateis, Kristen Liberal, Budhis, Islam Modernis atau Islam
Fundamentalis, bahkan segala macam aliran New Age dan para normal dapat dan mau
memakainya, tanpa mengkompromikan keyakinan atau kepercayaan mereka
masing-masing. Kebudayaan Teknologis Modern secara mencolok bersifat
instumental.
B.
Kebudayaan Modern Tiruan
Dari kebudayaan Teknologis Modern perlu dibedakan
sesuatu yang mau saya sebut sebagai Kebudayaan Modern Tiruan. Kebudayaan Modern
Tiruan itu terwujud dalam lingkungan yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan
teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi sebenarnya hanya mencakup pemilikan
simbol-simbol lahiriah saja, misalnya kebudayaan lapangan terbang
internasional, kebudayaan supermarket (mall), dan kebudayaan Kentucky Fried
Chicken (KFC).
Di lapangan terbang internasional orang dikelilingi
oleh hasil teknologi tinggi, ia bergerak dalam dunia buatan: tangga berjalan,
duty free shop dengan tawaran hal-hal yang kelihatan mentereng dan modern,
meskipun sebenarnya tidak dibutuhkan, suasana non-real kabin pesawat terbang;
semuanya artifisial, semuanya di seluruh dunia sama, tak ada hubungan batin.
Kebudayaan Modern Tiruan hidup dari ilusi, bahwa asal
orang bersentuhan dengan hasil-hasil teknologi modern, ia menjadi manusia
modern. Padahal dunia artifisial itu tidak menyumbangkan sesuatu apapun
terhadap identitas kita. Identitas kita malahan semakin kosong karena kita
semakin membiarkan diri dikemudikan. Selera kita, kelakuan kita, pilihan
pakaian, rasa kagum dan penilaian kita semakin dimanipulasi, semakin kita tidak
memiliki diri sendiri. Itulah sebabnya kebudayaan ini tidak nyata, melainkan
tiruan, blasteran.
Anak Kebudayaan Modern Tiruan ini adalah Konsumerisme:
orang ketagihan membeli, bukan karena ia membutuhkan, atau ingin menikmati apa
yang dibeli, melainkan demi membelinya sendiri. Kebudayaan Modern Blateran ini,
bahkan membuat kita kehilangan kemampuan untuk menikmati sesuatu dengan
sungguh-sungguh. Konsumerisme berarti kita ingin memiliki sesuatu, akan tetapi
kita semakin tidak mampu lagi menikmatinya. Orang makan di KFC bukan karena
ayam di situ lebih enak rasanya, melainkan karena fast food dianggap gayanya
manusia yang trendy, dan trendy adalah modern.
C.
Kebudayaan-Kebudayaan Barat
Kita keliru apabila budaya blastern kita samakan
dengan Kebudayaan Barat Modern. Kebudayaan Blastern itu memang produk
Kebudayaan Barat, tetapi bukan hatinya, bukan pusatnya dan bukan kunci vitalitasnya.
Ia mengancam Kebudayaan Barat, seperti ia mengancam identitas kebudayaan lain,
akan tetapi ia belum mencaploknya. Italia, Perancis, Spanyol, Jerman, bahkan
barangkali juga Amerika Serikat masih mempertahankan kebudayaan khas mereka
masing-masing. Meskipun di mana-mana orang minum Coca Cola, kebudayaan itu
belum menjadi Kebudayaan Coca Cola.
Orang yang sekadar tersenggol sedikit dengan
kebudayaan Barat palsu itu, dengan demikian belum mesti menjadi orang modern.
Ia juga belum akan mengerti bagaimana orang Barat menilai, apa cita-citanya
tentang pergaulan, apa selera estetik dan cita rasanya, apakah
keyakinan-keyakinan moral dan religiusnya, apakah paham tanggung jawabnya
(Suseno; 1992).
REFERENSI :