Suku betawi merupakan salah satu suku di Indonesia yang
sangat terkenal. Suku ini mayoritas adalah penduduk asli ibu kota DKI Jakarta
dan sekitarnya. Dalam bahasa sehari-hari, orang-orang suku betawi menggunakan
bahasa betawi yang hingga kini masih sering mereka gunakan. Bahkan, bukan orang
betawi saja yang menggunakan bahasa betawi, beberapa orang selain suku betawi
yang tinggal disekitar kota Jakarta pun sering menggukan bahasa betawi sebagai
bahasa sehari-hari.
A. Sejarah Suku Betawi
Betawi berasal dari kata Batavia, sebuah nama yang
diberikan oleh Belanda saat zaman penjajahan dahulu. Nama betawi merupakan
penyebutan yang salah dari kata Batavia.
Sebutan suku, orang, kaum Betawi,
muncul dan mulai populer ketika Mohammad Husni Tamrin
mendirikan perkumpulan "Kaum Betawi" pada tahun 1918. Meski
ketika itu penduduk asli belum dinamakan Betawi, tapi Kota Batavia
disebut "negeri" Betawi. Sebagai kategori
"suku" dimunculkan dalam sensus penduduk tahun 1930.
Menurut Bunyamin Ramto, masyarakat Betawi secara geografis
dibagi menjadi dua bagian,
yaitu Tengah dan Pinggiran.
1. Masyarakat Betawi Tengah meliputi
wilayah radius kurang lebih 7 km dari Monas, dipengaruhi kuat oleh budaya
Melayu dan Agama Islam seperti terlihat dalam kesenian Samrah, Zapin
dan berbagai macam Rebana.
2. Masyarakat Betawi Pinggiran,
sering disebut orang sebagai Betawi Ora yang dikelompokkan menjadi
dua bagian yaitu bagian utara dan selatan. Kaum Betawi Ora
dalam beberapa desa di sekitar Jakarta berasal dari orang Jawa yang bercampur
dengan suku-suku lain. Bagian
utara meliputi Jakarta Utara, Barat, Tangerang yang dipengaruhi
kebudayaan Cina. Bagian Selatan meliputi Jakarta Timur, Selatan,
Bogor, dan Bekasi yang sangat dipengaruhi kuat oleh kebudayaan Jawa
dan Sunda.
B. Penduduk Betawi
Penduduk
betawi adalah komunitas penduduk di Pulau Jawa yang menggukanan bahasa Melayu
sebagai bahasa sehari-hari. Penduduk betawi Merupakan
hasil percampuran antara orang-orang Jawa, Melayu, Bali, Bugis,
Makasar, Ambon, Manado, Timor, Sunda, dan mardijkers (keturunan
Indo-Portugis).
Wanita Betawi
Posisi
wanita Betawi di bidang pendidikan, perkawinan, dan keterlibatan
dalam angkatan kerja relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan
wanita lainnya di Indonesia. Keterbatasan kesempatan wanita
Betawi dalam pendidikan disebabkan oleh kuatnya pandangan hidup
tinggi mengingat tugas wanita hanya mengurus rumah tangga. Disamping keterbatasan kondisi ekonomi
mereka. Situasi ini diperberat lagi dengan adanya prinsip
kawin umur muda masih dianggap penting, bahkan lebih
penting dari pendidikan.
C. Seni dan Kebudayaan.
Seni dan Budaya asli Penduduk Betawi
dapat dilihat dari temuan arkeologis, semisal giwang-giwang yang ditemukan
dalam penggalian di Babelan, Kabupaten Bekasi yang berasal dari abad ke-11 masehi.
Sekarang suku Betawi sebagai penduduk asli
Jakarta agak tersingkirkan oleh penduduk pendatang. Mereka keluar dari Jakarta
dan pindah ke wilayah-wilayah yang ada di provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten. Budaya Betawi pun tersingkirkan oleh budaya lain baik dari Indonesia
maupun budaya barat. Untuk melestarikan budaya Betawi, didirikanlah cagar budaya di Situ Babakan.
1. Bahasa
Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta
adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa
percakapan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi. Dialek Betawi sendiri terbagi atas
dua jenis, yaitu dialek Betawi tengah dan dialek Betawi pinggir. Dialek Betawi
tengah umumnya berbunyi "é" sedangkan dialek Betawi pinggir adalah
"a".
2. Musik
Saat ini Suku Betawi terkenal dengan seni Lenong, Gambang Kromong, Rebana Tanjidor dan Keroncong. Betawi juga memiliki lagu tradisional
seperti "Kicir-kicir".
3. Tari
Seni tari di Jakarta merupakan perpaduan antara unsur-unsur
budaya masyarakat yang ada di dalamnya. Contohnya tari Topeng Betawi, Yapong
yang dipengaruhi tari Jaipong Sunda, Cokek dan lain-lain.
4. Drama
Drama tradisional Betawi antara lain Lenong dan Tonil.
Pementasan lakon tradisional ini biasanya menggambarkan kehidupan sehari-hari
rakyat Betawi, dengan diselingi lagu, pantun, lawak, dan lelucon jenaka.
Kadang-kadang pemeran lenong dapat berinteraksi langsung dengan penonton.
5. Cerita rakyat
Cerita rakyat yang berkembang di Jakarta selain cerita
rakyat yang sudah dikenal seperti Si Pitung,
juga dikenal cerita rakyat lain seperti serial Jagoan Tulen atau Si Jampang yang mengisahkan jawara-jawara
Betawi baik dalam perjuangan maupun kehidupannya yang dikenal
"keras". Selain mengisahkan jawara atau pendekar dunia persilatan,
juga dikenal cerita Nyai Dasima yang menggambarkan kehidupan
zaman kolonial. cerita lainnya ialah Mirah dari Marunda, Murtado Macan
Kemayoran, Juragan Boing dan yang lainnya.
6.
Senjata
tradisional
Senjata khas Jakarta adalah bendo atau golok yang bersarungkan terbuat dari kayu.
D. Kepercayaan
Orang
Betawi sebagian besar menganut agama Islam, tetapi yang menganut agama Kristen, dan Katholik juga ada. Di antara suku Betawi
yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan
campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar karena
pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda mengadakan perjanjian dengan
Portugis yang membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan
Sunda Kalapa sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas
Portugis ini sekarang masih ada dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta
Utara.
E. Profesi dan Mata Pencarian
Di Jakarta,
orang Betawi terbagi atas beberapa profesi menurut lingkup wilayah (kampung)
mereka masing-masing. Misalnya
di kampung Kemanggisan dan sekitaran Rawabelong banyak dijumpai para petani
kembang (anggrek, kemboja jepang, dan lain-lain). Dan secara umum banyak
menjadi guru, pengajar, dan pendidik seperti K.H. Djunaedi, K.H. Suit, dll. Profesi pedagang, pembatik
juga banyak dilakoni oleh kaum betawi. Petani dan pekebun juga umum dilakoni
oleh warga Kemanggisan.
Kampung yang sekarang lebih dikenal
dengan Kuningan adalah tempat para peternak sapi perah. Kampung Kemandoran di
mana tanah tidak sesubur Kemanggisan. Mandor, bek, jagoan silat banyak di
jumpai disana semisal Ji'ih teman seperjuangan Pitung dari Rawabelong. Di
kampung Paseban banyak warga adalah kaum pekerja kantoran sejak zaman Belanda
dulu, meski kemampuan pencak silat mereka juga tidak diragukan. Guru, pengajar,
ustadz, dan profesi pedagang eceran juga kerap dilakoni.
Profesi masing-masing kaum
disesuaikan pada cara pandang etnis dan bauran etnis dasar masing-masing.
F. Perilaku dan Sifat
Asumsi kebanyakan orang tentang
masyarakat Betawi ini jarang yang berhasil, baik dalam segi ekonomi,
pendidikan, dan teknologi. Padahal tidak sedikit orang Betawi yang berhasil.
Beberapa dari mereka adalah Muhammad Husni Thamrin, Benyamin Sueb,
dan Fauzi Bowo Gubernur DKI Jakarta (2007 - 2012).
Ada beberapa hal yang positif dari
Betawi antara lain jiwa sosial mereka sangat tinggi, walaupun kadang-kadang
dalam beberapa hal terlalu berlebih dan cenderung tendensius. Orang Betawi juga
sangat menjaga nilai-nilai agama yang tercermin dari ajaran orangtua (terutama
yang beragama Islam), kepada anak-anaknya. Masyarakat Betawi sangat menghargai
pluralisme. Hal ini terlihat dengan hubungan yang baik antara masyarakat Betawi
dan pendatang dari luar Jakarta.
Orang Betawi sangat menghormati budaya
yang mereka warisi. Terbukti dari perilaku kebanyakan warga yang masih memainkan lakon atau kebudayaan
yang diwariskan dari masa ke masa seperti lenong, ondel-ondel, gambang kromong,
dan lain-lain.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa
keberadaan sebagian besar masyarakat Betawi masa kini agak terpinggirkan oleh
modernisasi di lahan lahirnya sendiri (baca : Jakarta). Namun tetap ada
optimisme dari masyarakat Betawi generasi mendatang yang justru akan menopang
modernisasi tersebut.
G. Tokoh Betawi
REFERENSI
http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/3842/Betawi-Suku
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Betawi
cakep
BalasHapusterimakasih sudah mampir mas :D
BalasHapus